Tantangan
Menerbitkan Buku
Bapak Edi S. Mulyanta dari penerbit mayor Andi Yogyakarta
siap memaparkan seluk beluk tata cara penerbitan di penerbit Andi, dari
pengiriman naskah hingga jadi buku dan pembagian royaltinya.
Bagi seorang penulis tentunya akan sangat puas jika
tulisan yang dibuatnya terbit menjadi sebuah buku. Buku baginya tidak hanya
merupakan sebuah karya tetapi lebih apa yang jadi pemikirannya yang diungkap
dalam bentuk tulisan. Dengan buku kita bisa berbagi ilmu dan memberi catatan
sejarah bahwa kita ada.
Dunia penerbitan saat ini, menghadapi suatu permasalahan
yang hampir sama dengan kondisi bapak ibu guru akibat dari pandemi yang belum
ada kepastian kapan berakhirnya. Beliau
membuka semua dapur yang berkaitan dengan penerbitan dari hulu hingga hilir,
dengan harapan semoga dapat memberikan sedikit gambaran yang terjadi saat ini.
Beliau mengawali dengan dunia penerbitan itu sendiri, dimana dunia penerbitan
adalah dunia bisnis semata, yang tentunya diikuti dengan idealisme di dalamnya.
Dalam dunia bisnis, nomor satu yang dicari adalah
keuntungan atau dapat dikatakan berujung pada Duit atau UUD (ujung-ujung nya
Duit) dalam hal ini penjualan buku untuk bisnis penerbitan.
Menurut beliau, pandemi ini betul-betul meluluhlantakkan
semua bisnis, walaupun tidak semuanya terdampak, akan tetapi dunia penerbitan
menjadi salah satu terdampak yang cukup signifikan. Pada bulan Januari sampai Februari, omzet toko buku masih sangat
normal, dan tidak ada tanda-tanda terjadinya pusaran badai yang tidak terduga.
Setelah Presiden Jokowi mengumumkan masuknya corona di Indonesia, benih badai
besar ini benar-benar telah tersemai, dan membesar dengan deret multiplikasi
yang luar biasa. Menjadikan semua lini kegiatan mendadak terhenti. Laju bisnis
yang tadinya masuk di gigi 5, mendadak harus mengerem dan mengganti gigi ke
gigi paling rendah yaitu 1, dan terkadang harus memarkirkan bisnisnya sementara
waktu, sambil melihat keadaan.
Dengan berlakunya PSBB di beberapa daerah, dengan
otomatis toko buku andalan penerbit yaitu Gramedia, memarkirkan bisnisnya di
sisi pit stop, artinya terhenti sama sekali. Dari omzet normal dan terhenti di
pitstop menjadikan omzet terjun bebas hanya berkisar 80-90% penurunannya. Outlet yang tertutup, menjadikan beberapa penerbit
ikut terimbas, sehingga mereposisi bisnisnya kembali. Hal ini berdampak secara
langsung ke produksi buku, hingga ke sisi penulis buku yang telah memasukkan
naskah ke penerbit, menanti untuk muncul di toko buku.
Setelah 3 bulan
parkir di pitstop, tampaknya secercah harapan muncul di tengah badai yang tidak
menentu, setelah beberapa daerah telah memetakan pandemi dengan baik, dan
mencoba berani untuk bergerak. Di bulan Juni Juli, saat ini dapat dikatakan
Gramedia sebagai outlet toko buku telah mulai membuka gerainya hingga mencapi
angka di 80% di seluruh Indonesia, berakibat bergeraknya kembali semangat
penerbit-penerbit untuk memulai New Normal. Reborn yang terjadi ini menuntut
penerbit untuk dengan cepat memutuskan apakah melaju kembali atau akan menunggu
terlebih dahulu sampai keadaan menjadi lebih pasti.
Melaju, tentunya
butuh dana, sementara roda cash flow hampir terhenti 2 bulan hingga 3 bulan,
sehingga gambling keadaan pun terjadi. Banyak penerbit yang telah kehabisan
nafas, sehingga tetap memutuskan untuk memarkirkan bisnisnya sambil menunggu
keadaan. Sementara, penerbit jika tidak mengambil kesempatan untuk mengisi
pasar, tentunya akan semakin terpuruk. Penerbit dapat memetakan buku-buku apa
yang masih dapat dikembangkan saat keadaan chaos seperti ini.
Pengalaman kami,
identifikasi tema buku menjadi sangat penting saat keadaan chaos seperti ini.
Kami beruntung tema-tema yang up to date mengenai virus corona, telah kami
tebar ke penulis-penulis kami sebelumnya, sehingga dengan cepat kami
mendapatkan bahan-bahan buku-buku yang berkaitan dengan virus dengan cepat.
Kesiapan penulis,
dalam menuliskan materi dalam sebuah buku menjadikan tantangan tersendiri,
mengingat bahan-bahan sumber rujukan masih belum tersedia dengan mudah. Kami
mempunyai database penulis yang cukup baik, sehingga dengan cepat kita
mengidentifikasi siapa penulis yang berkompeten di bidang ini, Dan dengan cepat
kita meramu materi, kemudian kita launch, dan beruntung mendapatkan sambutan
yang baik. Buku-buku pendidikan, juga kita tetap pertahankan produksinya,
karena kami yakin buku ini tidak lekang oleh keadaan apapun, sehingga produksi
buku kita konsentrasikan ke buku pendidikan yang mempunyai pasar yang sangat
stabil setiap tahunnya.
Keputusan-keputusan
strategik diperlukan, mengingat ketidak pastian yang sangat besar untuk
memproduksi buku. Kami memarkirkan mesin-mesin kami hampir 50%, untuk
mengurangi beban biaya produksi, otomatis tenaga kerja yang menggerakkannya
kami kurangi jam kerjanya walaupun tidak begitu drastis.
Banyak hikmah yang
didapat kali ini, di sisi penulis, penulis harus selalu siap untuk mendapatkan
peluang yang mungkin tidak diperkirakan sebelumnya. Penguasaan materi,
penguasaan penguraian materi, eksekusi penulisan, hingga penawaran ke
penerbitan diperlukan kelihaian tertentu. Penulis yang siap menerima kesempatan
ini, adalah penulis yang selalu berlatih untuk selalu mengeluarkan bahasa lisan
ke dalam bahasa tulisan yang dapat dibaca oleh pembacanya. Tentunya dengan
terstruktur baik, dan tidak ada distorsi makna yang sampai ke pembacanya.
Media WA yang
dikelola Om Jay ini, merupakan latihan yang bagus sekali, untuk menyiapkan
keahlian kita dalam mengungkapkan apa yang kita pikirkan, ke dalam tulisan, dan
diinterpretasi oleh pembaca tulisan kita. Semua perlu proses, latihan, dan
kemauan. Sehingga komunitas belajar menulis seperti ini, merupakan sarana
latihan dalam menangkap peluang yang mungkin tidak selalu ada. Menulis perlu
latihan, latihan perlu waktu perulangan secara rekursif (looping) berkali-kali
sehingga bapak ibu akan semakin lihai dalam mengolah kata yang dirangkai dalam
tulisan.
Bakat hanya 1%,
sisanya adalah kerja keras, tekun dan berlatih menulis. Blog adalah jalur yang
tepat bagi kita untuk mulai menulis. Karena di dalam blog tidak ada penolakan
kejam seperti penerbit menolak tulisan yang kita tawarkan. Penerbit akan selalu
melihat sisi ekonomi dalam setiap tulisan kita, sehingga kemurnian keputusannya
di dasarkan oleh bisnis semata. Sehingga terkadang tulisan kita yang luar
biasa, tidak terlihat oleh penerbit yang hanya melihat business process nya
saja, bukan writing processnya.
Dengan sudut pandang
ini, kita perlu sedikit berempati kepada penerbit yang merupakan penjual
komoditas tulisan ini. Empati yang harus dilakukan adalah, mencoba melihat visi
misi penerbitannya. Kebiasaan tema-tema yang diterbitkan oleh penerbit. Intip
juga buku-buku best sellernya yang biasanya dipampang di toko buku di rak Best
Seller.
Perlu kita ketahui
rahasia ini, bahwa tidak ada buku best seller by design atau dirancang,
didesain untuk laku keras. Buku yang laku keras adalah buku yang blessing.
Penerbit pernah melakukan perencanaan matang, untuk membuat buku yang best
seller. Penerbit memilih tema yang luar biasa berbobot, penulis yang cukup
disegani karena menang penghargaan di dunia internasional. Penerbit push
pemasaran dengan luar biasa, akan tetapi hasilnya cukup mengecewakan.
“Laskar Pelangi” saat
awal terbit, penulis tidak menyangka akan meledak. Di awal pemasarannya,
sungguh mengecewakan, dan meledak karena kekuatan word of mouth, alias dari
mulut ke mulut, dari komunitas satu ke komunitas lain, dan di trigger dengan
sebuah peristiwa yang tidak disangka-sangka yaitu Muktamar Muhammadiyah.
Sehingga terjadilah ledakan viral, menjadikan buku tersebut best seller, meski
sebelumya tidak ada desain awal, tidak ada perencanaan untuk menuju best
seller.
Dengan berbagai
pengalaman ini, komunitas senasib sepenanggungan adalah wahana yang baik dalam
mengelola tulisan. Dapat kami katakan pejuang literasi yang puritan seperti Om
Jay ini dapat memberikan angin segar untuk tumbuhnya penulis-penulis baru.
Penulis yang tangguh dan tidak cengeng dengan penolakan penerbit, akan tetapi
tetap berkarya hingga menghasilkan tulisan yang khas, punya karakter sendiri
dan tentunya di tunggu kehadirannya oleh pembaca dan penerbit.
Kita dapat mulai
menulis dengan tema yang kita sukai kita kuasai. Tulis dengan terstruktur, lalu
muat di blog pribadi dan sebarkan di lingkungan teman. Jika sudah percaya diri,
buatlah proposal ke penerbit yang isinya garis besar tulisan yang dapat
ditawarkan ke penerbit. Penerbit akan melihat Tema, Judul Utama, Outline
tulisan, pesaing buku dengan tema yang sama, positioning buku (harga, usia
pembaca, gender, pendidikan, dan lain-lain). Jangan lupa berikan alasan mengapa
buku tersebut ditulis. Kita dapat sedikit "ngecap" supaya penerbit
tertarik dengan tulisan kita.
Penerbit bukan maha
tahu, perhitungan bisnis penerbit didasarkan pada data historis penjualan. Jadi
penerbit tidak selalu benar. Penerbit biasanya agak sedikit kurang berani
dengan penulis-penulis perintis dengan tema yang belum terekam di datanya.
Sehingga proposal ini sangat perlu kita beri perhatian, untuk menyadarkan
penerbit akan tema yang kita angkat dalam tulisan kita. Tulislah rencana
penulisan dengan target market yang dituju, syukur-syukur kita tawarkan
rancangan pemasarannya. Pemasaran era new normal sangat berbeda dengan era
normal sebelumnya.
Di masa mendatang
buku-buku mungkin akan disalurkan ke media e-book, untuk media printing offline
mungkin akan semakin berkurang jumlahnya. Media-media selain buku akan
semain banyak menghiasi dunia pendidikan. Persiapkan hal ini dengan baik, karena
hal ini membutuhkan keahlian yang berbeda dengan sebelumnya.
Sebelum menutup
materi beliau ingin mengajak bapak ibu guru guru untuk tetap mendokumentasikan
pencarian keilmuannya. Dengan dokumentasi yang terstruktur, pembaca akan dapat
mewarisi ilmu kita dan bahkan mengembangkannya di kemudian hari. Ilmu kita akan
menjadi immortal tidak lekang oleh keadaan jaman, dan selalu dikenang,
menjadikan legacy ke anak cucu kita. Dokumentasi ilmu kita dalam bentuk
buku akan beliau kirimkan ke Perpustakaan Nasional bagian deposit, yang
dilindungi oleh undang-undang. Anak cucu kita di masa yang akan datang, akan
dapat menelusuri jejak langkah dokumentasi kita dalam bentuk tulisan dan menuju
keabadian.
Sesi Tanya Jawab
1. Berapa lama proses untuk menerbitkan buku?
Bagaimana caranya untuk membuat buku jika sudah memiliki file yang akan
dibukukan, haruskah diedit dan dicaver dahulu?
Jawab : proses review 1 bulan, proses editing 1 bulan,
proses pra produksi layout cover adalah 1 bulan, Proses produksi 1 bulan.
Penulis menyerahkan dalam bentuk file word, tidak perlu membuat cover karena
cover akan dibuat oleh team desain penerbit.
2. Bagaimana sistematika penulisannya? Jawab : Isi
proposl adalah: Judul buku, Outline rencana buku dalam bantuk bab dan sub bab,
sinopsis buku, CV Penulis. Sertakan pula sampel bab yang sudah ditulis minimal
1 bab, sehingga memudahkan bagian editorial memerkirakan kemampuan editing
mandiri penulisnya.
3. Jenis buku apa saja yang diterbitkan Andi?
Jawab : konten buku bebas bisa fiksi, non fiksi atau buku umum. Perbulan kami
menerima naskah 150-300 judul, kami biasanya memilih hanya 10-15 persen dari
naskah masuk untuk bisa terbit. Pembiayaan ada di penerbit, penulis tidak
mengeluarkan biaya apapun.
4. Apakah penerbit Andi menerima permintaan untuk
penerbitan modul pembelajaran ? Kalau iya, persyaratan apa saja ? Jawab : Kami
menerima modul pembelajaran, dengan syarat sesuai dengan kurikulum. Pembiayaan
ada di penerbit, penulis tidak mengeluarkan biaya apapun.
5. Untuk royalti atau bagi hasil untuk penulis berapa?
Royalty sebesar 10% dari harga jual, yang akan dibayarkan setiap 6 bulan.
Penulis mendapatkan sampel 6 eksemplar
Masa
mendatang Penerbit Andi akan membuat apps untuk menuliskan proposal sehingga
kita sebagai penulis dapat menuliskan lewat gadget perencanaan penulisan.
Semoga bisa terwujud, untuk memudahkan menampung proposal yang sangat banyak
setiap bulannya. Kanal e-book akan kami buka produksinya melalui Google Play
atau Google Books sehingga semoga tingkat penerimaan naskah akan semakin besar dengan
outlet ebook.
0 komentar:
Posting Komentar